Oleh: Prof. Dr. Fahimah Martak, M.Si
Guru Besar Bidang Ilmu Senyawa Kompleks
*di Departemen Kimia FIA ITS
Juwono
itu, salah satu mahasiswa yang sering
terlambat masuk kuliah. Tidak mengikuti penjelasan dari dosen secara utuh. Tahu
kan akibatnya? Dia tidak bisa memahami
materi perkuliahan secara
keseluruhan.
Kemudian, apa yang dia lakukan? Juwono itu sangat
cerdas. Dia mampu memanfaatkan peluang. Tahu harus ke mana dan melakukan apa .
Mahasiswa berkacamata tebal, bertubuh kurus dan jangkung itu pasti
datang ke perpustakaan. Bukan
untuk membaca atau mau pinjam buku. Tapi dia datang khusus untuk menemui
saya. Juwono tahu, keseharian saya
sering berada di perpustakaan pusat ITS.
Ketika ketemu, dia menanyakan semua materi yang
diajarkan oleh dosen. Dia ambil intisari dari
semua penjelasan yang saya sampaikan.
Dengan cara itu, dia bisa mengerjakan semua soal ujian yang diberikan oleh dosen.
Semasa kuliah di FMIPA ITS, saya dan Juwono
bersahabat dekat. Selain sering bersama-sama di kampus, kami juga sering
berduaan di luar kampus. Misalnya, saya
ditraktir makan gado-gado atau tahu campur di dekat rumah saya di Jalan
KH Mansyur, kawasan masjid Ampel Surabaya.
Karena
kedekatan itulah, banyak teman yang mengira
bahwa kami ini pacaran.
Kami tidak pernah pusing dengan anggapan itu. Lagi pula, kami tidak mungkin pacaran karena beda agama. Selain itu, saya dan
Juwono sama-sama sibuk. Jadi kami hanya
berteman baik saja. Tidak pernah sampai ke sana (pacaran).
Sebagai teman baik, dia suka bercerita tentang apa saja yang dia alamin. Termasuk
tentang keadaan ekonomi keluarga yang pernah terpuruk dan sangat miskin. Misalnya, bercerita bahwa dia
sering beli roti expired yang sudah tidak dijual. Roti tersebut kemudian dijemur hingga kering agar bisa dimakan lagi.
Suatu hari, Juwono bercerita tentang pacarnya. Wanita yang dia cintai itu, bukan
gadis kampus. Walau hubungan mereka
belum terjalin lama, si pacar sudah sering diajak ke rumahnya. Dikenalkan pada keluarga. Mereka
jadi akrab, termasuk dengan adik kandungnya Juwono.
Entah bagaimana ceritanya, si pacar dan adik kandung
Juwono saling tertarik lalu mereka
pacaran secara diam-diam. Dugaan saya,
si gadis tertarik karena wajah adiknya lebih ganteng. Saya tidak mau bilang
Juwono itu jelek, tapi faktanya, dulu
dia berbadan kurus dan wajahnya tidak sebagus sekarang
ini.
Ketika hubungan diam-diam itu terbongkar, Juwono
curhat pada saya. Ekspresinya biasa-biasa saja. Tidak terkesan marah atau
kecewa. Intinya, si gadis dilepas dengan ikhlas. Tidak dipertahankan. Tidak
juga terjadi pertengkaran. Pacarnya itu dikasikan pada adiknya. Dia bilang
begini pada saya: “Saya kasikan saja. Gak mau mikir. Lebih baik saya konsentrasi cari
uang saja.”
Motor Butut
Ada satu
pengalaman lucu yang mungkin terkesan konyol. Siang itu, ketika selesai kuliah, saya
dibonceng Juwono pakai sepeda motor bututnya. Jarak antara gedung fakultas MIPA dengan jalan
raya, cukup jauh. Apalagi kalau cuaca
sedang panas. Karena itu, saya sudah
biasa minta dibonceng dia.
Tapi boncengan siang itu jadi pengalaman tidak
biasa. Hampir saja celaka gara-gara saya
memakai rok panjang. Ketika motornya
sedang melaju, tiba-tiba ujung rok saya
itu masuk ke roda belakang motor
dan tergulung oleh ruji peleg. Saya berteriak dan Juwono mendadak mengerem
motornya. Ampuuun…. saya hampir saja terjatuh.
Juwono berusaha melepas rok saya dari roda motornya
yang butut dan tidak penah dicuci itu. Sebagian rok saya robek dan sebagian kotor karena kelepotan oli. Praktis
tidak bisa dipakai lagi. Sambil melepas lilitar rok dari ruji motor, saya diomeli.
Dia bilang: “Makanya, kalau pakai rok jangan
yang panjang-panjang. Ya begini jadinya.”
Itu pengalaman lucu sekaligus konyol. Mestinya saya yang pantas ngomel
karena rok saya robek dan hampir saja jatuh. Tapi itu tidak saya lakukan. Saya
harus berterimakasih sebab dia selalu
bersedia membonceng sampai ke jalan raya. Karena itu, ketika dia ngomel, ya saya diam saja.
Sahabat saya yang suka memakai baju
hem bermotif kotak-kotak itu,
kini sudah jadi orang sukses. Mengelola
tiga sekolah tinggi, punya biro perjalanan dan memiliki sejumlah
restoran. Lompatan besar keberhasilannya itu, tidak lepas dari kerja keras
dan semangat juangnya yang tinggi. Dia juga cerdas, ulet dan mampu membaca serta memanfaankan peluang yang ada.
Salut dan selamat.
***
MAS JUWONO, KREATIF DAN INOVATIF
Oleh: Hamzah Fansuri, S.Si, M.Si, Ph.D
Dosen
(Lecturer) dan Wakil Dekan FIA ITS.
Alumni
Kimia FMIPA ITS
Pertama kali saya melihat (bukan bertemu karena kalau bertemu maka ada interaksi sedangkan. Saat
itu saya melihat mas Juwono, tapi tidak tahu apakah beliau melihat saya) Mas Juwono saat Camp Kimia di Junggo,
Batu-Malang tahun 1990. Saat itu, saya
adalah mahasiswa baru yang sedang dipelonco di tingkat Jurusan. Saya tidak
ingat, apakah saat itu beliau sudah lulus atau belum.
Hal yang membuat saya terkesan adalah karena beliau
menghibur kami dengan permainan electone-nya
dan kemiripan beliau dengan pak Perry Burhan, salah satu dosen kami. Setelah
itu saya tidak pernah lagi melihat maupun mendengar kiprah Mas Juwono ini
sampai saya menyelesaikan studi S3 saya dan kembali aktif di ITS tahun 2016.
Mas yang pandai main electone, yang dulu saya lihat di Junggo tahun 1990 itu, sekarang
sukses sebagai pemilik Tristar Culinary
Institute. Beliau datang kembali ke
kampus, menawarkan kerjasama membuka program studi S2 kuliner. Sebuah program
studi yang saat itu terdengar aneh dan tidak saintifik, tapi saat ini, kuliner
adalah program studi yang sangat tinggi tingkat relevansinya dengan
kebutuhan masyarakat.
Walau demikian, kami (jurusan Kimia ITS) tetap
mendukung dan ikut berupaya dan mengkaji kemungkinan pembukaan program studi
tersebut. Karena regulasi yang ada, kami akhirnya menyerah, tidak sanggup
mewujudkannya.
Kami masih sering berinteraksi dan bahkan Mas Juwono
sempat mengadakan pertemuan di kampus Tristar
Culinary Institute yang juga sebagai kampus Akpar (Akademi Pariwisata)
Majapahit di Jl. Raya Jemursari 244,
Surabaya.
Saya sangat kagum pada Mas Juwono ini karena beliau
pantang menyerah. Ide membuka program studi kuliner itu ternyata beliau
wujudkan dengan membuka perguruan tinggi dan memiliki banyak cabang di seluruh
Indonesia.
Hal lain yang juga sangat mengesankan dari Mas
Juwono adalah jiwa sosialnya. Tak terhitung banyaknya kakak maupun adik kelas
yang beliau bantu berwirausaha. Beliau juga tidak pelit dalam membagi
pengetahuan dan keterampilan kepada banyak orang dari beragam lapisan masyarakat. Saya
teringat wejangan Profesor saya yang kira-kira berbunyi:
"Kalau kamu
adalah orang yang kreatif dan inovatif maka kamu tidak akan takut kreativitas
dan inovasimu habis maupun dicuri orang lain dan merugikanmu. Kamu selalu akan
punya kreativitas dan inovasi baru."
Mas Juwono menurut saya memenuhi kriteria tersebut,
yaitu kreatif dan inovatif. Kreativitas dan inovasinya justru semakin
berkembang dengan membaginya kepada banyak orang.
***
DIA SANTAI BAHKAN TERKESAN CUEK
Oleh: Ir. Hendrata Wibisana, MT
Dosen Teknik Sipil UPN Veteran, Jatim
Dosen Teknik Sipil UPN Veteran, Jatim
Sebetulnya, saya lulusan SMA tahun 1984. Sempat kuliah di farmasi Ubaya. Tahun
berikutnya, saya coba ikut tes Sipenmaru. Ternyata saya diterina di ITS jurusan
kimia. Saya tinggalkan Ubaya dan masuk
ITS. Jadilah saya mahasiswa angkatan 1985, satu angkatan dengan Juwono.
Juwono lebih akrab dengan adik saya, Hendrianto. Mereka pernah sama-sama mencari
tambahan uang saku dengan kerja sebagai guru les private untuk anak-anak SD dan SMP. Hasilnya ternyata lumayan. Adik saya bisa membiayai kuliah dari honornya
sebagai guru private. Jadi, untuk urusan kuliah, dia tidak lagi membebani
orangtua.
Hal yang sama dialami oleh Juwono. Dia pontang-panting mengumpulkan uang
lewat kegiatan sampingan sebagai guru les. Penghasilan juga bisa menutup biaya kuliah. Tapi dibanding dengan adik saya, Juwono punya kelebihan lain. Dia pandai
bermain musik. Skill bermusiknya dimanfaatkan ebagai
sumber pemasukan dengan memberi les private electone. Selain itu, saya
dengar dia juga nyambi jualan kue.
Di kampus,
Juwono itu bukan tipe mahasiswa
alim. Dia rada serampangan. Tabrak sana
tabrak sini. Kadang tidak serius dan terkesan
cuek. Tapi dia punya jiwa setia kawan. Saya harus mengakui bahwa Juwono pandai
mengambil hati dosen. Dia selalu mendapat nilai bagus walau tidak serius mengerjakan tugas dari dosen.
Pernah saya dan Juwono sama-sama mengerjakan tugas
paper dari dosen. Dia mengerjakan dengan santai dan terkesan cuek. Sementara
saya, berusaha mengerjakan dengan tekun dan serius. Hasil akhirnya? Ah, ternyata nilainya sama. Saya sempat
merasa kecewa dan hampir saja mendatangi
dosen untuk protes. Tapi tidak jadi karena dosennya cewek hehehehe.
Soal tabrak sana tabrak sini, itu salah satu gaya
dia ketika mengerjakan atau mengurus sesuatu. Dia tidak mengikuti protokoler.
Kadang mencari jalan pintas. Tapi saya maklumi saja karena dia pengusaha.
Hampir semua pengusaha seperti itu. Pejabat juga begitu. Setali tiga uang hehehehe
Di lingkungan kampus, dia dikenal pandai bergaul.
Tapi tidak suka aktif menjadi anggota di
organisasi kemahasiswaan. Dalam
kepanitiaan juga begitu. Dia lebih suka berada di belakang layar. Dia
mendukung tetapi kapasitasnya hanya
sebagai makmum. Beda dengan saya yang
selalu aktif dan sering terlibat sebagai
panitia inti.
Setelah lulus S1, saya tidak terlalu mengikuti sepak
terjangnya. Saya sibuk sebagai PNS karena diterima di kampus UPN. Delapan tahun
kemudian, baru ketemu lagi. Waktu itu, dia sudah punya usaha kursus Home
Industry Class dengan bendera Tristar.
Belum berubah jadi institute seperti
sekarang ini.
Sebagai sahabat - satu alumni, satu paroki - satu
gereja, tentu saja ikut gembira melihat
kesuksesan Juwono sekarang ini. Karena bagi saya, kesuksesan teman satu
angkatan akan berimbas positif buat alumni, institusi dan tentu saja buat
gereja.
Dalam
menjalankan profesi sebagai pengusaha agar berhati-hati dan selalu lapang dada
dalam menerima berbagai saran dan
kritikan. Baik dari kolega, teman sejawat bahkan dari mahasiswa sendiri guna pengembangan
ke depannya.
Berhati-hati yang saya maksud, harus selalu
berpatokan pada aturan Dikti karena bagaimanapun kampus ada dalam naungan Dikti
sebagai pengelola utama mewakili negara.
***
SUKSES KARENA
ULET,
BERANI DAN MENGUASAI STRATEGI
BERANI DAN MENGUASAI STRATEGI
Oleh: Dra. Aning Purwaningsih M.Si
Alumni FMIPA ITS
Dosen Fakultas Sain dan Teknologi
Departemen Kimia Unair, Surabaya.
Alumni FMIPA ITS
Dosen Fakultas Sain dan Teknologi
Departemen Kimia Unair, Surabaya.
Waktu
kuliah di FMIPA ITS, dia mahasiswa yang datang hanya untuk kuliah saja. Maksud
saya, dia tidak punya waktu luang untuk santai-santai di kampus seperti
kebanyakan mahasiswa lain. Dia punya kesibukan lain yang harus dikerjakan di
luar kampus.
Sepengetahuan
saya, Pak Juwono punya kesibukan lain. Misalnya, jadi guru privat electone, guru les untuk mata pelajaran
IPA. Bahkan di kampus saja dia masih sempat jualan baju kreditan pada
mahasiswa. Pertama kali saya punya celana panjang, ya beli dari Pak Juwono itu. Beli dengan cara kreditan juga he he he he.
Kalau
dia datang ke kampus, selalu bawa tas kresek. Tas kresek yang selalu
berubah-ubah warna. Isinya penuh dengan
baju-baju yang mau dijual. Saat kelas
masih kosong, ketika dosen belum hadir, dia manfaatkan untuk menawarkan
dagangannya kepada teman-teman yang ada di dalam kelas.
“Rek, aku dodolan klambi, sopo sing gelem tuku. Apik-apik, harga e
mura, iso dicicil lho. Monggo dipilih. (Rek, aku jualan baju, siapa yang mau beli,
Bagus-bagus, harganya murah, bisa dicicil. Silahkan dipilih).”
Begitu cara dia menawarkan barang dagangannya. Pak Juwono benar-benar ulet dan pandai
memanfaatkan peluang. Karena sering
ditawari, kalau tidak salah tiga kali, akhirnya saya beli satu celana panjang. Ya pembayarannya dengan cara dicicil.
Teman-teman lain juga banyak yang ikutan beli.
Dulu, Pak Juwono itu tubuhnya kurus, tinggi
melengkung. Kulitnya putih, sipit dan
berkaca mata tebal. Sosok orientalnya
sangat kental. Dia
pandai bergaul dan mudah akrab dengan siapa saja. Dia juga ulet, berani
dan menguasai strategi bisnis. Saya kira itu yang membuat Pak Juwono menjadi
orang sukses mengelola sekolah kuliner dan perhotelan.
Setelah sukses, Pak Juwono tetap menjadi teman yang
baik. Selalu menjaga silaturahmi dengan teman-teman. Sering mengajak
kumpul-kumpul di kampus Tristar Culinary
Institute untuk makan-makan. Teman-teman
juga selalu diundang saat ulang tahun dan ketika acara wisuda
mahasiswanya.
Sebagai teman, saya mendoakan Pak Juwono semakin
sukses, rendah hati dan tetaplah
menjalin hubungan baik dengan teman-teman.
***
MAHASISWA SHOPPING BAG
Oleh: H. Muhammad Khatam
Oleh: H. Muhammad Khatam
Pria bermata sipit, tubuh jangkung berkulit putih itu turun dari mobil.
Kalau gak salah mobilnya jenis Daihatsu s38 mesin 2 tak. Memang bukan tergolong
mobil mewah. Juga bukan mobil keluaran baru. Tapi yang namanya mobil, apa lagi
yang mengendarai itu mahasiswa, tentu punya kelas tersendiri. Sementara saya dan kebanyakan mahasiswa
Fakultas MIPA - ITS (Institut Teknologi 10 November Surabaya) jurusan kimia
waktu itu, ‘mati urip’ (hidup mati)
pulang pergi ke kampus naik mobil BMW alias ‘Bemo lyn W.’
Tapi ada yang menarik sekaligus menggelikan dari sosok mahasiswa yang
kemudian saya kenal bernama Juwono Saroso itu. Kebanyakan mahasiswa sering
terlihat santai atau kadang mongkrong
bersama teman-teman. Tapi dia tidak. Setiap turun dari mobilnya, selalu
terlihat bergegas. Berjalan tergesa-gesa
seperti orang yang takut ketinggalan
kereta. Gak nengok ke kanan atau ke kiri, langkahnya gesit menuju gedung MIPA.
Yang menariknya lagi, penampilan pria berkaca mata itu selalu menenteng tas
plastik atau shopping bag. Hal itu kontras dengan kebiasaan mahasiswa yang
selalu memakai ransel yang terbuat dari bahan kain tebal atau tas
kulit sintetis. Penampilan mahasiswa lainnya terlihat ‘fashionnabel,’ sementara dia yang naik mobil berpakaian sederhana dan selalu membawa tas
plastik berganti-ganti warna. Kadang warna putih, merah, kuning dengan tulisan
dan gambar yang berbeda-beda pula. Hari ini tasnya bergambar busana lengkap
dengan merek dan nama tokonya, lain waktu dia datang dengan tas bergambar
sepatu.
Satu hal lagi yang menarik dari dia. Di kampus, sangat dekat dengan para mahasiswa. Berteman
tanpa memandang suku dan agama. Jiwa sosialnya tinggi dan sering traktir
teman-teman di kantin. Dia juga sangat akrab dengan gadis-gadis kampus. Saya rasa bukan karena dia playboy.
Keakrabannya hanya sebagai teman, bukan urusan pacaran. Sebab, tidak pernah melihat dia mengistimewakan satu
wanita.
Saya tidak pernah bertanya tentang kenapa dia selalu
tergesa-gesa ketika masuk kampus. Tidak juga bertanya kenapa dia begitu akrab
berteman dengan gadis-gadis kampus. Saya pun
tidak tega mencari tahu kenapa dia selalu menenteng tas plastik. Juga
tidak bertanya, apa sih yang ada di
dalam tas itu. Buku? Tidak mungkin sebab tas tersebut selalu terlihat gemuk.
Dia tentu saja mampu membeli tas yang bagus dan lebih mahal dari tas yang dipakai
oleh kebanyakan mahasiswa. Tapi kenapa
dia betah berpenampilan seperti itu? Pertanyaan itu saya biarkan menjadi rasa
penasaran yang berkepanjangan.
Setelah lama berteman, misteri di balik rasa penasaran itu akhirnya
terpecahkan. Saya menemukan jawaban bukan langsung dari Juwono atau teman-teman kuliah lainnya. Tapi
dari pengamatan saya yang mungkin saja sangat subyektif.
Saya yakin dia punya kesibukan lain di luar sehingga selalu datang ke kampus
dengan tergesa-gesa. Di rumah dia tidak banyak waktu untuk mengerjakan tugas
dari dosen. Karena itu dia segera masuk
kelas dan terlihat sibuk mengerjakan tugas. Karena dia akrab dengan gadis-gadis kampus
itu, mereka rela memberi contekan pada
Juwono. Dia cerdas dan pinter memanfaatkan situasi.
Soal penampilannya yang sederhana dengan tas plastik
warna warni dari beberapa toko itu? Saya
pikir itu bukan hal aneh. Memang dia mahasiswa sederhana, tidak gampang
terpengaruh pada hal-hal yang konsumtif dan selalu tampil apa adanya. Mungkin,
kesederhanaan itulah salah satu yang membuat dia kini menjadi orang sukses.
Sahabatku; “Tetaplah jadi orang yang sederhana
dengan kiprah yang luar biasa.”
***
JUALAN BAJU DI
KAMPUS
Oleh: Susana Halimah
Oleh: Susana Halimah
Dulu kami kuliah di jurusan Kimia, Fakultas MIPA Institut
Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS). Setelah lulus tahun 1991, saya dan Juwono lost contact. Tidak ada
pertemuan yang terjadi secara kebetulan seperti yang saya alami dengan beberapa
teman kuliah yang lain. Sama-sama menghilang. Dia tidak tahu saya di mana, saya
pun tidak tahu dia ke mana.
Hal seperti itu sudah jamak terjadi pada era ketika
kami kuliah dulu. Begitu lulus, langsung berpencar mencari pekerjaan. Alat
komunikasi belum secanggih sekarang ini. Handphone sudah ada tetapi masih
sangat langka dan mahal. Saat itu, kalau tidak salah harga minimal 10 juta
rupiah. Masih berbasis NMT (Nordic Mobile Telephone). Bentuknya besar. Tidak bisa dimasukkan ke
dalam saku.
Beda jauh dengan sekarang. Teknologi handphone sudah
sangat canggih. Berbasis multimedia. Memiliki berbagai aplikasi yang memudahkan
kita bergubungan, kapan saja dan di mana saja. Dunia bak dalam genggaman. Nah,
berkat kecanggihan perangkat komunikasi
inilah, saya bisa bertemu kembali dengan teman-teman sealumni. Termasuk sahabat
saya Juwono.
Lulus kuliah, kesibukan lain menanti. Maret 1991
saya lulus. Kemudian Mei test masuk kerja di Gresik. Bulan Juli saya diterima
bekerja di perusahaan PMA joint venture
antara Semen Gresik dan perusahaan Eropa. Di perusahaan tersebut, saya
menempati post engineering dan
sebagai cost controlling. Setahun
kemudian saya dipercaya sebagai Asisten Manager Lab.
Kesibukan meniti karir di bidang industri itu menyita waktu sehingga tidak sempat
menjalin komunikasi dengan teman-teman satu kampus dulu. Sampai suatu hari,
di acara pertemuan dengan Himpunan Kimia
Indonesia (HKI), saya dengar bahwa Juwono dan istrinya, sering menyelenggarakan
pelatihan keterampilan bidang kuliner dan home
industry bekerjasama dengan tabloid Nyata.
Kabar selentingan itu semakin jelas ketika tahun
2017 lalu bertemu dengan Hendrata, salah
satu teman kuliah dulu. Dari dia saya dimasukkan ke grup Chemistri 85 dimana
anggotanya adalah teman-teman satu jurusan ketika kuliah dulu. Termasuk di
dalamnya ada sahabat saya Juwono.
Ternyata, Juwono
yang dulu saya kenal sebagai mahasiswa low profile, sederhana, lincah
dan pandai bergaul itu, ternyata sudah sukses menjadi
entrepreneur. Punya
sekolah Akademi Parawisata. Teman-teman bilang, Juwono itu punya sekolah
memasak.
Juwono, seperti kebanyakan teman kuliah yang lain,
punya kekurangan. Tetapi di balik itu, dia punya banyak kelebihan dan kebaikan
yang jarang dimiliki teman lain. Mau
menerima masukan, pandai menahan emosi. Saya tidak pernah melihat dia marah.
Selalu tersenyum dan humoris. Sampai sekarang dia tidak berubah.
Selain itu, dia punya kemampuan membaca peluang
bisnis. Kuliah sambil berdagang. Saya pernah diajak berbisnis jualan baju di kampus. Baju dagangannya itu bagus dan
branded. Harganya juga saya anggap lebih miring dan sangat cocok untuk dijual
kepada mahasiswa. Kalau tidak salah ingat, saat itu saya masih semester empat.
Saya sih senang diajak berdagang. Setidaknya bisa
menambah uang saku. Maklum, uang saku dari orangtua sangat terbatas karena
harus menanggung biaya kakak dan adik saya yang “kuliah di luar negeri” alias
kuliah di perguruan tinggi swasta.
Saya menjual baju itu bukan hanya di lingkungan ITS,
tetapi juga ditawarkan di keluarga besar saya dan kepada teman-teman di
organisasi kemahasiswaan Islam. Saya memang aktif di organisasi yang rajin
melaksanakan kegiatan keagamaan dan sosial itu. Dagangan saya laku keras.
Sekarang ini, saya dengan background
pendidikan S2, Pengembangan Sumber
Daya Manusia (PSDM) Industri Bisnis di Unair,
diajak bergabung di kampus TRISTAR Culinary Institute yang sekarang
berkembang menjadi Akademi Pariwisata (Akpar) Majapahit itu.
***