Susana Halimah

JUALAN BAJU DI KAMPUS
Oleh:  Susana Halimah


Dulu kami kuliah di jurusan Kimia, Fakultas MIPA Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS). Setelah lulus tahun 1991,  saya dan Juwono lost contact. Tidak ada pertemuan yang terjadi secara kebetulan seperti yang saya alami dengan beberapa teman kuliah yang lain. Sama-sama menghilang. Dia tidak tahu saya di mana, saya pun tidak tahu dia ke mana.
Hal seperti itu sudah jamak terjadi pada era ketika kami kuliah dulu. Begitu lulus, langsung berpencar mencari pekerjaan. Alat komunikasi belum secanggih sekarang ini. Handphone sudah ada tetapi masih sangat langka dan mahal. Saat itu, kalau tidak salah harga minimal 10 juta rupiah. Masih berbasis NMT (Nordic Mobile Telephone).  Bentuknya besar. Tidak bisa dimasukkan ke dalam saku.
Beda jauh dengan sekarang. Teknologi handphone sudah sangat canggih. Berbasis multimedia. Memiliki berbagai aplikasi yang memudahkan kita bergubungan, kapan saja dan di mana saja. Dunia bak dalam genggaman. Nah, berkat  kecanggihan perangkat komunikasi inilah, saya bisa bertemu kembali dengan teman-teman sealumni. Termasuk sahabat saya Juwono.
Lulus kuliah, kesibukan lain menanti. Maret 1991 saya lulus. Kemudian Mei test masuk kerja di Gresik. Bulan Juli saya diterima bekerja di perusahaan PMA joint venture antara Semen Gresik dan perusahaan Eropa. Di perusahaan tersebut, saya menempati post engineering dan sebagai cost controlling. Setahun kemudian saya dipercaya sebagai Asisten Manager Lab.
Kesibukan meniti karir di bidang industri  itu menyita waktu sehingga tidak sempat menjalin komunikasi dengan teman-teman satu kampus dulu. Sampai suatu hari, di  acara pertemuan dengan Himpunan Kimia Indonesia (HKI), saya dengar bahwa Juwono dan istrinya, sering menyelenggarakan pelatihan keterampilan bidang kuliner dan home industry bekerjasama dengan tabloid Nyata.
Kabar selentingan itu semakin jelas ketika tahun 2017 lalu bertemu dengan  Hendrata, salah satu teman kuliah dulu. Dari dia saya dimasukkan ke grup Chemistri 85 dimana anggotanya adalah teman-teman satu jurusan ketika kuliah dulu. Termasuk di dalamnya ada sahabat saya Juwono.
Ternyata, Juwono  yang dulu saya kenal sebagai mahasiswa low profile, sederhana, lincah  dan pandai bergaul itu, ternyata sudah sukses menjadi entrepreneur.  Punya sekolah Akademi Parawisata. Teman-teman bilang, Juwono itu punya sekolah memasak.
Juwono, seperti kebanyakan teman kuliah yang lain, punya kekurangan. Tetapi di balik itu, dia punya banyak kelebihan dan kebaikan yang jarang dimiliki teman lain.  Mau menerima masukan, pandai menahan emosi. Saya tidak pernah melihat dia marah. Selalu tersenyum dan humoris. Sampai sekarang dia tidak berubah.
Selain itu, dia punya kemampuan membaca peluang bisnis. Kuliah sambil berdagang. Saya pernah diajak berbisnis jualan baju  di kampus. Baju dagangannya itu bagus dan branded. Harganya juga saya anggap lebih miring dan sangat cocok untuk dijual kepada mahasiswa. Kalau tidak salah ingat, saat itu saya masih semester empat.
Saya sih senang diajak berdagang. Setidaknya bisa menambah uang saku. Maklum, uang saku dari orangtua sangat terbatas karena harus menanggung biaya kakak dan adik saya yang “kuliah di luar negeri” alias kuliah di perguruan tinggi swasta.
Saya menjual baju itu bukan hanya di lingkungan ITS, tetapi juga ditawarkan di keluarga besar saya dan kepada teman-teman di organisasi kemahasiswaan Islam. Saya memang aktif di organisasi yang rajin melaksanakan kegiatan keagamaan dan sosial itu. Dagangan saya laku keras.
Sekarang ini, saya dengan  background pendidikan S2, Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Industri Bisnis di Unair,  diajak bergabung di kampus TRISTAR Culinary Institute yang sekarang berkembang menjadi Akademi Pariwisata (Akpar) Majapahit dan Politeknik Surabaya.
Kata Prof. Dr. Fahimah Martak, M.Si (Read More)
Kata Hamzah Fansuri, S.Si, M.Si, PH.D (Read More)
Kata Ir. Hendrata Wibisana MT (Read More)
Kata Dra. Aning Purwaningsih M.Si (Read More)
Kata H. Muhammad Khatam (Read More)


Pertama-tama, terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan. Tidak terhingga anugerah yang Engkau limpahkan. Begitu indah rencanaMu melebihi harapan yang selalu kuucapkan dalam setiap doa-doaku.
Saya sangat bersyukur dan mengucapkan:“Tuhan Yesus, terimakasih untuk segalanya” (Read More)

Sebuah Epilog:

Sebuah Testimoni Semua yang saya miliki hari ini adalah anugerah dari Yang Kuasa yang saya dapatkan dengan   perjuangan yang c...