Tuesday, November 27, 2018

HOREEEE.... DAPAT MURID LAGI


Suatu hari, saya dapat undangan untuk menyaksikan konser lowrey organ dalam rangka memperkenalkan type MX One.  Organ tipe terbaru itu sangat mahal. Harganya  Rp 11 juta. Bandingkan dengan harga sepeda motor waktu itu hanya Rp 1 juta-an.

Di acara tersebut saya melihat banyak anak dan remaja bermain organ dengan  skill yang  sangat bagus. Jauh dari kemampuan yang saya miliki. Saya sangat kagum pada mereka. Ingin seperti mereka. Karena itu, saya dekati beberapa di antara anak yang pandai main organ itu. Nekat aja. Saya  ajak berkenalan dan  minta alamat.
Besoknya, saya datangi alamat mereka satu persatu. Tujuannya, untuk pinjam buku pelajaran organ yang mereka punya.  Sebenarnya, di toko buku atau di tempat kursus, buku-buku itu ada dijual. Tapi saya tidak punya uang untuk membeli. Karena itu, saya pinjam kemudian difoto copy.  
Tidak jauh dari rumah, ada tempat foto copy. Di sebuah toko bahan bangunan. Kalau tidak salah namanya Pancakawan. Pemiliknya punya pabrik tegel. Karena  saya sering foto copy buku-buku pelajaran organ, tante pemilik toko dan foto copy itu tanya.
“Nyo, kok sering foto copy buku-buku musik. Kamu ikut les organ ya?”
“Saya ngajar organ Tante.” Jawaban itu terucap spontan dan terdengar sangat  percaya diri. Si tante terlihat antusias. Kemudian dia mendekati saya.  
“Oh iya ta Nyo? Kamu ngajar privat organ? Eh,  berapa uang les perbulan?”
“Cuma 5000 rupian sebulan. Lesnya  sekali seminggu Tante. Saya mengajar langsung datang ke rumah murid,”   jawabku. Tadinya saya mau bilang 7500  rupiah perbulan, seminggu dua kali pertemuan  seperti biaya kursus tante Andreas. Tapi mulutku dengan enteng bilang 5000 rupiah dan sekali seminggu.
“Oh ya? Kalau begitu anakku Gunawan dilesin ya  Nyo.”
“Iya Tante,” jawabku diikuti ucapan girang dalam hati,  “Horeeee… saya dapat murid lagi.”
Saya ngajar Gunawan step 2. Beda satu tingkat dengan pelajaran yang saya dapat di tempat kursus YPPM.  Saya benar-benar nekat jadi guru les. Pelajaran yang saya berikan hanya satu tingkat di bawah  pelajaran yang sedang saya dalami. Tapi kalau tidak nekat, ya gak dapat.    

Dapat Lagi…Dapat Lagi
 Tidak disangka, dari perkenalan dengan mamanya Gunawan, saya mendapat tambahan murid lagi. Entah mengapa, dia dengan senang hati membantu mencarikan murid-mudir  baru untuk saya. Hanya dalam beberapa bulan berikutnya, murid saya tambah lagi….tambah lagi. Ada anak-anak dan banyak juga ibu-ibu kaya yang saya ajari.
“Nyo,” katanya setelah selesai mengajari anaknya.  “Saya carikan orang yang mau belajar organ. Tapi biaya lesnya jangan 5000 rupiah. Tarik lebih mahal lagi ya Nyo,” pesannya.
Saran yang bagus. Tentu saja saya ikuti. Waktu itu, saya sudah duduk di bangku kelas 1 SMA. Permintaan untuk menjadi guru les organ terus berdatangan. Dalam sehari, saya  mengajar  dua kali pada jam yang berbeda.  Murid saya mencapai sekitar 20 orang. Biaya les tiap murid bervariasi. Seperti saran tante, biayanya saya naikkan. Ada yang mau membayar Rp 30 .000 perbulan. Yang berani bayar mahal itu,  namanya  tante Stela yang rumahnya di Jalan Residen Sudirman Surabaya.
Di tengah kesibukan sebagai guru les, saya terus meningkatkan skill lewat kursus musik. Kebetulan saya dapat kesempatan  belajar gratis organ di Yamaha Music School, (toko Semarang)   Jalan Tunjungan Surabaya.  Kesempatan itu saya dapat lewat tante Koo Giok Nio, adik kandung Mama yang jadi dealer organ merk Yamaha di Tulungagung.
Harapan tante saya itu, kelak jika saya sudah punya bekal yang cukup, saya mengajar organ di Tulungagung. Dia punya rencana buka sekolah musik. Kesempatan tersebut tidak saya sia-siakan.
Di sekolah musik Yamaha itu, saya termasuk murid kelewat rajin dan paling   unik. Datang paling awal. Bahkan sering lebih awal dari karyawan sekolah musik itu.  Jadi, pintu ruangan les  belum dibuka, saya sudah ada di sana. Begitu pintu dibuka, saya langsung nyelonong masuk. Padahal guru les belum datang dan murid-murid lainnya juga belum nongol. Nah,  saya manfaatkan untuk latihan sendiri dengan organ yang lebih bagus dari organ saya yang ada di rumah.
Kalau pulang? Saya paling terakhir. Setelah jam les habis, saya tetap di sana. Baru pulang ketika pintu mau ditutup.  Terus ngapain? Saya suka melihat pria berambut kribo mendemokan kemampuan memainkan organ yang mahal dan canggih itu. Saya perhatikan cara dia main, saya resapi  suara dan irama yang dia pilih. Dari situ saya menemukan sensasi yang memotivasi saya untuk terus belajar dan belajar.
***



Pertama-tama, terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan. Tidak terhingga anugerah yang Engkau limpahkan. Begitu indah rencanaMu melebihi harapan yang selalu kuucapkan dalam setiap doa-doaku.
Saya sangat bersyukur dan mengucapkan:“Tuhan Yesus, terimakasih untuk segalanya” (Read More)

Sebuah Epilog:

Sebuah Testimoni Semua yang saya miliki hari ini adalah anugerah dari Yang Kuasa yang saya dapatkan dengan   perjuangan yang c...