Yahya Sunoto

“DULU IMUT-IMUT, SEKARANG AMIT-AMIT”
Oleh:  Yahya Sunoto (Teman SMP)

Lama tidak pernah ketemu, saya hampir lupa bahwa dia itu adalah Juwono,  teman sekolahku di SMP Imka Surabaya dulu. Saat itu, saya agak lupa tahun berapa, saya ngantar keluarga mengikuti  acara demo kuliner di Tunjungan Plasa (TP) Surabaya.
Di antara keramaian di hall  tempat acara berlangsung, saya melihat sosok yang familier. Seorang pria berkaca mata, bertubuh jangkung. Dalam hati, kayak teman saya Juwono. Tapi saya ragu sebab penampilannya sudah beda. Badannya berisi dan lebih necis. Saya membuang rasa penasaran dengan berpikir, mungkin mirip. Dia bukan Juwono.
Ketika acara dimulai dan MC tampil di atas panggung, dia menyebut nama Juwono sebagai penyelenggara acara tersebut. Rasa penasaran kembali muncul. Ini, pasti Juwono teman sekolahku dulu. Lalu saya memberanikan diri untuk mendekati.
“Kamu Juwono ya?” 
“Iya, kamu siapa?”
“Masak gak ingat. Saya Yahya, teman SMP dulu.”
Dia memperhatikan saya dari atas sampai bawah. Kemudian dia tertawa sambil berkata: “O alaaaa, kamu Yahya tooo. Dulu imut-imut, sekarang amit-amit,” kata Juwono dengan ekspresi senang. Saya juga merasa sangat  senang. Bertemu sahabat lama secara tidak terduga, pastilah berkesan. Dan kami berjabat tangan lalu tertawa bersama.
Memang, secara fisik kami berubah. Tubuh saya melar dan perut buncit. Jauh berbeda dibanding saat masih remaja dulu. Pantas kalau dia bilang “dulu imut-imut, sekarang amit-amit”. Sementara dia, “dulu awut-awutan, sekarang kenyes-kenyes”. Tubuhnya tambah berisi dan penampilannya rapi. Tapi gaya dia bicara yang kalem, hangat  dan bersahabat itu tidak berubah.
Setamat SMP Imka, kami berpisah. Dia melanjutkan ke SMK St. Louis I Surabaya, sementara saya meneruskan ke STM. Sesekali masih kontak-kotakan. Misalnya ketika saya kesulitan mengerjakan soal matematika, saya minta tolong dia. Lama-lama tidak pernah kontak lagi hingga saya tamat STM  dan kuliah jurusan tehnik mesin  di ITATS. Hanya sampai semester 2, saya berhenti kuliah.
Juwono sudah hilang dari ingatan saya sampai kami tidak sengaja bertemu    di Tunjungan Plasa itu. Pertemuan dengan sahabat lama membawa berkah. Saya yang berkutat dengan permesinan menawarkam diri untuk membuatkan mesin yang berkaitan dengan bisnis kuliner yang dia ditekuni.
Order pertama yang dipesan adalah mesih penapis minyak. Kalau tidak salah, pesanannya sampai 10 unit. Sudah empat jenis mesin pesanan Juwono yang saya garap. Masing-masing mesin tiris minyak, suwer abon, oven asap dan mesin filling pasta. Jumlah unit yang dipesan tergantung kebutuhan.
          Saya yakin, kiprah Juwono akan terus berkembang. Sebab saya tahu, sejak SMP  dia adalah orang yang tekun dan serius ketika mengerjakan sesuatu. Apapun rintangannya dia tidak akan mudah menyerah. 
Selamat buat sahabatku dan  teruslah berkarya.

Pertama-tama, terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan. Tidak terhingga anugerah yang Engkau limpahkan. Begitu indah rencanaMu melebihi harapan yang selalu kuucapkan dalam setiap doa-doaku.
Saya sangat bersyukur dan mengucapkan:“Tuhan Yesus, terimakasih untuk segalanya” (Read More)

Sebuah Epilog:

Sebuah Testimoni Semua yang saya miliki hari ini adalah anugerah dari Yang Kuasa yang saya dapatkan dengan   perjuangan yang c...