“Sebaik atau seburuk apa pun pengalaman,
sejatinya adalah ilmu. Pengalaman pula
yang membentuk kita menjadi manusia tangguh, tidak mudah menyerah ketika
menghadapi masalah.”
Karena pengalaman itu adalah ilmu,
maka tidak ada alasan untuk menyesali pengalaman pahit di masa lalu. Sebaiknya
kita fokus menatap masa depan. Karena itulah, ketika ada tawaran dari
perusahaan lain, saya memutuskan untuk resign dari PT. Tambak Agung Abadi.
Tawaran tersebut datang dari salah
seorang keluarga pendiri perusahaan rokok Gudang Garam, melalui orangtua murid les saya di Surabaya. Mereka
adalah pasangan suami istri Pek Khe Hong dan
Lien Siang. Kebetulan Pek Khe Hong masih ada hubungan famili dengan Papa
saya. Dia juga yang pernah menolong saya
ketika tertimpa masalah saat menjadi pengusaha
oli samping dan stemvet dulu.
Pada jaman itu, mereka ini pasangan
suami istri yang kaya. Suaminya seorang pengusaha ekspedisi, sementara
istrinya seorang dokter. Tapi dia jarang praktek. Mungkin, karena penghasilan suaminya sudah lebih dari cukup
sehingga dia tidak memanfaatkan profesi
dokternya untuk mendapatkan tambahan
penghasilan.
Lien Siang punya adik perempuan
bernama Lien Mei. Adiknya itu menikah
dengan anak dari salah satu pendiri pabrik rokok Gudang Garam. Kebetulan dia dimandatkan untuk mengelola
salah satu cabang perusahaan, yaitu PT
Hair Star Indonesia. Sebuah pabrik yang memproduksi rambut palsu (wig) dan bulu mata palsu (hair pieces) dari
bahan dasar rambut asli (human hair) dan rambut sintetis buatan Jepang merek
Kanekalon.
Lien Mei memiliki saham mayoritas di
pabrik yang beralamat di Jalan Raya Sedati No 37, Desa Wedi, Rt.
004-001 Kec. Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur itu. Perusahaan itu dulunya bernama
PT. Han Shin, milik pengusaha Korea.
Karena itu, di perusahaan yang sebagian besar pemasarannya untuk ekspor itu,
masih banyak tenaga ekspat asal Korea.
Percaya diri, salah satu kunci
bernegosiasi. Sementara pengalaman adalah modal paling berharga. Misalnya,
pengalaman dari dua jabatan keren,
sebagai Quality Control (QC) dan staf
Research & Development
(R&D) di PT. Tambak Agung Abadi, bisa menjadi pertimbangan yang bagus untuk
karir saya di perusahaan yang baru itu.
Ketika sesi wawancara, pengalaman
dari dua jabatan tadi, saya ungkapkan dengan nada optimis. Dirut yang sekaligus pemilik salah satu
pemilik saham di PT. Hair Star
Indonesia, Pak Didik dan istrinya mendengar dengan antusias. Saya ceritakan apa yang pernah saya
lakukan di perusahaan lama. Langkah-langkah apa yang perlu diterapkan di
perusahaan yang baru.
Semua ide yang saya sampaikan sejalan dengan program perusahaan. Maka, sesi
wawancara itu berubah menjadi sebuah diskusi yang menarik. Akhirnya, pasangan
suami istri yang sama-sama lulusan farmasi di Universitas Widya Mandala Surabaya
itu mengucapkan, “Welcome to PT. Hair
Star Indonesia.”
·
Gelombang
Protes
Sampai di tahapan ini, semua
berjalan aman. Saya resmi diterima bekerja dengan posisi sebagai manager
R&D. Jabatan tersebut sesui dengan keinginan saya untuk meniti karir dan
menimba lebih banyak pengalaman. Berkaitan
dengan jabatan tersebut, saya minta ruang kerja khusus yang sekaligus berfungsi
sebagai laboratorium (Lab). Tentu saja dilengkapi dengan peralatan Lab.
Permintaan itu langsung disetujui oleh
Pak Didik.
Lalu, apa yang terjadi? Pengadaan
Lab itu menimbulkan kehebohan di tingkat top
leader. Beberapa direktur dan manager yang sudah lama berkarir di sana,
tidak setuju. Permintaan saya itu dianggap pemborosan, buang-buang uang. Pabrik
rambut palsu tidak butuh Lab, tidak perlu riset dan penelitian.
Ada yang bilang begini: “Dia belum mulai bekerja, tapi sudah minta
dibuatkan laboratorium. Permintaannya kok dituruti padahal kemampuan dan
kualitas kerjanya belum teruji.”
Yang lain berkomentar: “Pabrik rambut palsu seperti ini tidak butuh
Lab. Buat apa? Apasih yang mau di-lab-kan? Ini sama saja dengan pemborosan,
menghamburkan anggaran untuk sesuatu yang tidak perlu”
Walau gelombang protes itu sangat
kuat, Pak Didik tetap bertekat membuat
ruang Lab untuk saya. Banyak rencana besar yang bergejolak di dalam
benak saya untuk memajukan perusahaan. Program jangka pendek dan jangka panjang
harus dipersiapkan untuk meningkatkan kualitas produk agar bisa bersaing dengan
produk serupa, baik untuk pasaran dalam negeri dan luar negeri.
Keberadaan Lab sangatlah penting. Tetapi celakanya, di
perusahaan tersebut tidak pernah ada Lab. Bahkan mungkin, selama ini belum
pernah terpikirkan untuk membangun Lab. Celakanya lagi, saya mendapatkan fakta
bahwa sejak lama proses produksi dikerjakan dengan cara “kira-kira”. Selama ini, proses produksi di lakukan sesuai
dengan kebiasaan yang mereka yakini sendiri.
Semua tidak terkonsep dengan baik.
Tidak ada data atau table yang bisa dipakai sebagai pedoman produksi. Menurut
saya, semua amburadul, tidak terkonsep
dengan baik. Karena sudah terbiasa bekerja dengan pola lama, mereka menganggap Lab tidak dibutuhkan.
Mereka pada ribut dan mereka protes. Saya tidak perduli. Belajar
dari jam dinding: dilihat orang atau tidak, ia tetap berdering. Dihargai orang
atau tidak, ia tetap berputar.
·
Peralatan
Dibanting
Sebelum Lab rampung, sementara saya
beraktivitas di bagian chemical. Di
sana saya jadi satu ruangan dengan, Mr Yang, pria warga Korea. Ruangan tersebut
tidak begitu luas tetapi saya anggap cukuplah buat tempat melakukan kegiatan.
Langkah awalnya, saya membuat catatan dan tabel dengan malakukan percobaan
skala kecil memakai peralatan seadanya.
Saya memanfaatkan kompor listrik dan
gelas kaca sebagai alat percobaan bersekala kecil. Saya praktikkan proses memasak rambut.
Menghitung kadar campuran chemical,
air dan bahan-bahan lainnya. Berapa
persen campurannya bahan yang dibutuhkan dan bagaimana hasilnya, semua dicatat
dan disusun rapi dalam sebuah tabel.
Pekerjaan itu dipandang sebelah mata
oleh orang-orang yang menantang keberadaan saya di perusahaan tersebut. Mr
Yang, teman satu ruangan dengan saya itu juga sering ngomel-ngomel. Katanya,
suasana kerja tidak enak karena suhu ruangan
jadi panas karena pengaruh api kompor.
Kadang dia sengaja membuka kancing bajunya sebagai reaksi protes. Tapi
saya tidak ambil pusing. Tetap saja beraktivitas dan melakukan percobaan.
Sampai suatu hari, Mr. Yang itu membanting
semua peralatan saya.
Ruangan jadi berantakan.
Barang-barang saya berserakan di lantai. Mr Yang itu sengaja ngajak ribut. Tapi
sudalah, saya harus mengalah. Berusaha menahan emosi. Sebab berantem tidak
menyelesaikan masalah. Bahkan bisa menimbulkan masalah baru yang lebih besar.
Saya pungut satu persatu barang yang
berserakan. Pecahan gelas saya bersihkan sendiri. Saya tidak menunjukkan emosi
sama sekali. Kejadian itu saya anggap
tantangan dan harus saya atasi. Tidak boleh menyerah atau mengadu kepada
managemen perusahaan. Tidak ada gunanya.
Setelah kejadian itu, saya memilih bekerja di luar ruangan. Manager
R&D melakukan aktivitas penting di tempat terbuka tidak ubahnya seperti
penjual makanan tradisional di kampung-kampung. Dengan sebuah meja dan kompor
listrik serta peralatan lainnya, percobaan itu terus berlangsung. Mencatat
dengan rapi semua hasil percobaan. Itu berlangsung beberapa bulan sampai
akhirnya ruangan Lab yang saya minta itu
rampung. Saya masih ingat ada banyak yg mendukung saya waktu itu, ada Solekan, Casino, entah siapa lagi saya sudah lupa namanya.
***