Imawan / Koo Jin Lan

MASIH KECIL SUDAH MENGERTI BALAS BUDI
Imawan/ Koo Jin Lan
(Tante ke 16)


        Ketika masih bayi, U’un (panggilan akrab keluarga untuk Juwono), lebih sering bersamaku daripada dengan mamanya.  Dia lebih banyak dalam gendonganku daripada digendong mamanya. Ketika tidur, saya yang menina bobokkan. Mau makan,  saya yang suapin, mandi juga saya yang mandiin. Buang air besar  saya yang cebokin.

Karena itu, saya tahu perkembangan U’un ketika masih balita.  Dia memang beda dengan saudara-saudaranya.  Lahir dalam posisi sungsang. Kakinya lebih dahulu. Kata orang sih, bayi sungsang itu biasanya cerdas.  Antara percaya dan tidak. Tapi nyatanya, U’un memang terlihat cerdas sejak masih balita.
Saya kasi contoh ya. Waktu dia habis buang air besar, saya ceboki. Tiba-tiba dia bilang begini: “Nik,” dia memanggil saya dengan nama  Nik, dari sebutan Ik Nik yang artinya, anak perempuan paling kecil.  “entik kalau aku sudah besar, gantian tak ceboki ya”.
Saya tersentak mendengar U’un bilang begitu. Siapa yang mengajari?  Saya kira dia bicara spontan dan entah apa yang dia pikirkan  hingga mengucapkan kalimat itu. Tidak sesuai dengan usia dia. Kita mungkin menganggap itu hanya celotehan anak kecil. Cuma bicara kosong. Tapi bagi saya,  U’un luar biasa. Masih kecil sudah mengerti balas budi.
Saya menjawab sambil senyum. “Iya  entik  kalau  U’un udah besar, gantian  cebokin Nik ya.”  Dia terlihat senang mendengar jawaban saya. 
Saya adik dari mamanya U’un.  Anak nomor 16 dari 18 persaudara. Keluarga besar.  Kadang kalau ada yang tanya: “Tacik anak yang ke berapa?” atau “Mamanya U’un itu nomor berapa?”  Tidak  bisa  langsung bisa dijawab.  Sering bingung. Harus mikir dulu,  baru bisa menjawab hehehehe.
U’un itu anak yang penurut, tidak rewel. Kalau dikasi tau, dia dengarkan. Kalau  dilarang dia diam. Kalau diajari, cepat mengerti.  Sehari-hari dia suka memperhatikan apa yang kita lakukan. Kemudian dia seolah-olah mengerjakan seperti yang kita lakukan. Kalau melihat orang bikin jajan, dia berusaha untuk ikut membantu.
Sifat mandirinya sudah terlihat sejak kecil. Hal-hal yang bisa dilakukan sendiri, dia kerjakan tanpa merengek manja minta dibantu. Ketika SD lalu  pindah ke Surabaya,  dia senang membantu mamanya. Bantu orangtuanya di toko kecil yang menjual bahan-bahan jahitan dan obras.
Ketika duduk di bangku SMA, dia benar-benar sudah mandiri. Bisa cari uang dengan cara menjadi guru les musik dan les pelajaran.  Pernah ditinggal oleh kedua orangtuanya selama 6 bulan ke Jakarta. U’un, kakak perempuannya dan adik laki-laki terpaksa tinggal di rumah saya.  Di situ saya lihat U’un sebagai remaja yang luar biasa. Tidak pernah sekali pun dia minta uang saku  sama saya.  Semua kebutuhannya diatasi sendiri. Bahkan dia juga beli makan sendiri. Dia hanya numpang tidur saja di rumah.  Dia sangat mandiri.

Pertama-tama, terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan. Tidak terhingga anugerah yang Engkau limpahkan. Begitu indah rencanaMu melebihi harapan yang selalu kuucapkan dalam setiap doa-doaku.
Saya sangat bersyukur dan mengucapkan:“Tuhan Yesus, terimakasih untuk segalanya” (Read More)

Sebuah Epilog:

Sebuah Testimoni Semua yang saya miliki hari ini adalah anugerah dari Yang Kuasa yang saya dapatkan dengan   perjuangan yang c...