Yanuk Lianto

URUN SARAN BUAT SEORANG TEMAN
Oleh : Yanuk  Lianto

“Prof,” atau Profesor adalah   panggilan akrab pada teman saya Juwono Sarono. Bukan hanya saya, tetapi juga teman-teman lain yang  pernah sekelas di SMAK St. Louis I Surabaya. Nama atau julukan tersebut tercipta karena dia memang dikenal pandai di sekolah. Siswa lainnya selalu bertanya pada dia jika mengalami kesulitan dalam pelajaran.
Hebatnya, Prof tidak pernah menolak untuk berbagi ilmu. Perhatian dan setia kawan. Dia telaten melayani teman yang minta diajarkan. Talenta dia sebagai pengajar sudah terlihat sejak di bangku sekolah. Karena sifat baiknya itulah, dia punya banyak teman dan menjadi populer di sekolah.
Kebiasaan berbagi ilmu kepada orang lain tersebut, menjadi modal utama yang mengantar dia dalam meraih  kesuksesan. Dia ulet, tekun dan fokus saat mengerjakan sesuatu. Hal itu juga ditunjang oleh istri yang mendampinginya. Kerjasama suami istri yang baik bisa mendulang kemajuan yang baik pula.
Kursus Tristar yang kini menjelma menjadi sebuah  perguruan tinggi yang  tersebar dan terus berkembang di beberapa kota di Indonesia, adalah bukti nyata kesuksesan dia. Bahkan, istri saya juga pernah ikut kursus kuliner di sana. Waktu itu, saya tidak tahu bahwa Tristar itu miliknya Prof. Padahal, saya selalu mengantar dan menjemput istri waktu itu.
Baru ketahuan ketika ada acara reuni . Saat itu saya mengajak istri dan bertemulah kami. Ternyata, sosok yang ada di balik nama Tristar itu adalah Profesor. Dia adalah Yuwono, teman semasa SMA dulu.
Ketika saya diajak Prof untuk melihat langsung situasi kampus Tristar Culinary Institute di Jalan Jemursari Surabaya, saya kagum melihat fasilitas dan peralatan yang ada di sana. Sangat modern dan lengkap. Benar-benar dipersiapkan dengan baik. Publikasi di media juga gencar, termasuk di sosial media. Ini sangat menunjang kemajuan usahanya. Setiap kegiatan selalu dipublikasi. Ini langkah yang cerdik.
Sebagai teman, saya urun saran. Teruslah berinovasi sebab suatu saat, pasti akan muncul tempat studi kuliner maupun pariwisata yang baru yang bisa menjadi pesaing berat. Era sekarang banyak terobosan baru yang lebih berani dan harus dihadapi dengan inovasi tiada henti.

Lomba Rias Wajah
Kembali ke nostalgia masa SMA. Kedekatan saya dengan Prof di sekolah karena kami sama-sama suka musik. Dia pandai  main organ, saya juga bisa main alat musik yang sama. Di sekolah, kami sering ikut kegiatan yang ada kaitannya dengan seni musik.
Ada satu momen yang tidak bisa saya lupakan sampai saat ini. Waktu itu, murid satu kelas mengadakan acara perpisahan kelulusann di kawasan wisata Tretes Pasuruan, Jawa Timur.  Biar acaranya seru,  diisi dengan acara unik  lomba “wanita jadi-jadian”. Siswa pria dirias dan memakai pakaian wanita.  Waktu itu yang ikut dirias selain saya dan Prof, adalah Enky, Sigit, Ajiang, Eddy Cekak dan lain-lain.
Saat itu, saya yakin bakal keluar sebagai pemenang. Make up saya cukup bagus.  Sudah mirip wanita sungguhan. Tapi apa yang terjadi? Ketika penjurian, saya kalah.  Dia  keluar sebagai pemenangnya. Prof memang sulit disaingi. Bukan saja dalam mata  pelajaran, tapi bersaing sebagai wanita jadi-jadian saja dia tidak terkalahkan.

Pertama-tama, terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan. Tidak terhingga anugerah yang Engkau limpahkan. Begitu indah rencanaMu melebihi harapan yang selalu kuucapkan dalam setiap doa-doaku.
Saya sangat bersyukur dan mengucapkan:“Tuhan Yesus, terimakasih untuk segalanya” (Read More)

Sebuah Epilog:

Sebuah Testimoni Semua yang saya miliki hari ini adalah anugerah dari Yang Kuasa yang saya dapatkan dengan   perjuangan yang c...