Wednesday, November 28, 2018

Kata Pengantar Dari 3 Profesor

 Oleh:  Prof. Dr. Sam Abede Pareno, MM, MH. 
Guru Besar Untag '45 Surabaya.

Sangat langka menemukan orang berprofesi ganda: pendidik dan pebisnis. Pak Juwono melakoni dua profesi itu. Ia melatih mahasiswanya dan sekaligus menjual alat-alat keperluan mahasiswa. Ia membisnisi pendidikan, bukan komersialisasi pendidikan yang selama ini banyak dipraktikkan di institusi pendidikan.
Ketika saya di Kadin Institut, kami pernah bekerjasama dengan Tristar Culinary Institute. Kesan saya, kampus ini perfect administrasi dan memberikan solusi praktis dalam mendidik enterpreneurship.
Dari memoar yang dirangkum dalam  buku yang ditulis oleh wartawan senior ini, Pak Juwono ingin mengajari kita bagaimana memanfaatkan peluang dengan cara yang elegan sehingga meraih multiplier effect.  
Pak Juwono bukan pendidik yang "memaksa" anak didiknya agar mengikuti les khusus dengan cara membayar sejumlah uang sebagai honorariumnya. Itu merupakan pelajaran pertama dalam perspektif moral dari Pak Juwono.
Pelajaran kedua ialah, menjadi pebisnis harus memiliki 3 (tiga) jantung. Artinya tak boleh menyerah. Kehidupan orangtuanya di kota Tulungagung yang mapan, memiliki peternakan babi dan toko busana yang besar, tapi pada gilirannya bangkrut. Kemudian pindah ke Surabaya, mengontrak rumah petak dengan satu kamar tidur. Di kamar yang pengab itu, hanya ada satu ranjang susun. Di sanalah keluarga yang terdiri dari 5 orang itu tidur berdesakan. Keluarga ini menjalani masa-masa sulit dan tidak membuat mereka lempar handuk, menyerah.

Pak Juwono, anak kedua dari tiga bersaudara itu, tumbuh menjadi anak yang ulet, cerdas dan kreatif. Dia mencari uang saku sendiri dengan berjualan camilan Kuping Tikus keliling kampung. Ketika SMA menjadi guru  privat organ dan les pelajaran untuk anak-anak SD dan SMP.
Alkisah, membawa pemuda Juwono sempat menggeluti bisnis oli yang kemudian terjebak ilegal. Namun, justru memicu kreativitasnya untuk bergerak di bidang lain yang pada gilirannya membuka kursus yang kini menjadi lembaga pendidikan formal yang terkenal.
Pelajaran ketiga ialah, Pak Juwono tidak lupa mengasah skill yang telah dimilikinya dengan meraih MM dan M.Mpar, titel-titel yang menunjang kapabilitasnya sebagai pendidik sekaligus pebisnis.
Oleh karena itu, buku yang ditulis dengan bahasa lisan, santai, dan fokus pada Nothing Impossible "Tristar: Dari Kursus Jadi Perguruan Tinggi”  ini bukan hanya sangat layak dibaca namun juga sangat patut jadi referensi bagi siapa saja yang ingin maju, mandiri, dan sukses.
Surabaya, 19 Oktober 2018.
***
Prof Dr Mustanir M.Sc
·        Guru Besar FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
·       Anggota Majelis Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) periode 2016-2021

“Saya punya kesan bagus atas sukses Juwono Saroso mendirikan Tristar Culinary Institute. Apa yang dilakukan sangat konstruktif untuk bangsa ini.  Apalagi sebelum punya sekolah tinggi, Juwono dan istrinya –Evie Mulyasari Dewi— juga sukses merintis kegiatan pelatihan teknologi tepat guna yang telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Jatim dan Indonesia Timur.
Terus terang, sebagai pendidik, saya terinspirasi oleh keuletan Juwono. Kisah perjuangannya tentu saja bisa menginpirasi siapa saja yang memiliki keperdulian pada masa depan bangsa ini. Saya pun teringat bagaimana cerdiknya Juwono, semasa kuliah, dia pandai memanfaatkan waktu luang untuk berbisnis. 
Sebelum ke kampus, Juwono tanya dulu ke saya atau teman yang lain apa ada kuliah atau tidak. Juwono juga rajin fotokopi materi kuliah yang diajarkan dosen karena dia kadang  tidak masuk. Sementara saya dan teman-teman sekelas di FMIPA Kimia ITS 10 November Surabaya, lebih banyak nongkrong di perpustakaan, diskusi di ruang kelas atau laboratorium sambil menunggu dosen datang.
Inilah yang membedakan saya dengan Juwono Saroso. Makanya kalau Juwono sekarang punya perguruan tinggi dan mendidik mahasiswanya menjadi calon entrepreneur atau bekerja di industri pariwisata dan perhotelan, saya angkat topi. Saya salut banget atas terobosan Juwono, karena sepak terjangnya banyak menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan  kerja. Tidak cetak lulusan yang PNS oriented.”
***
Prof. Dr. Taslim Ersam.
·        Guru Besar/Profesor Kimia Bahan Hayati Hutan Tropis & Spektroskopi Senyawa Organik.
·        Dosen senior aktif Kimia Organik di Departemen Kimia, Fakultas Sains di ITS. Surabaya

Dulu, ketika masih kuliah, dia (Juwono) adalah  satu dari sekian mahasiswa yang cukup  menonjol.  Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di lingkungan kampus.  Saya sebagai mantan dosennya,  Juwono suka meminta waktu untuk  berdiskusi tentang berbagai  permasalahan yang berhubungan dengan aktivitas/bisnis  yang digelutinya. Hal itu masih berlangsung sampai sekarang.
Penilaian dan nilai positif saya terhadap  Juwono adalah, dia termasuk sarjana langka yang berani   keluar dari zona nyaman dalam kehidupan. Dia   hijrah ke dunia lain dari komptensi keilmuan yang dipelajari sebagai sarjana kimia (chemist)
Dia mulai berbisnis sambil menyelenggarakan  kursus-kursus keterampilan. Mengajarkan cara membuat produk-produk  kecantikan,  aneka  kuliner, souvenir & handicraft. Bukan hanya diselenggarakan di kota Surabaya, tapi juga di kota-kota lain di Jawa Timur. Hingga suatu hari, Juwono mengutarakan pada saya tentang rencana untuk meningkatkan kegiatan kursus menjadi lembaga pendidikan formal.
Saya sangat mengapresiasi. Lalu menyampaikan beberapa advice dan mendorong untuk segera direalisasikan. Kini, obsesinya sudah terealisasi. Mengelola lembaga pendidikan bernama Tristar Culinety Institute sudah makin berkibar dan menyebar ke berbagai kota di Indonesia.
Selamat dan Sukses.***

Pertama-tama, terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan. Tidak terhingga anugerah yang Engkau limpahkan. Begitu indah rencanaMu melebihi harapan yang selalu kuucapkan dalam setiap doa-doaku.
Saya sangat bersyukur dan mengucapkan:“Tuhan Yesus, terimakasih untuk segalanya” (Read More)

Sebuah Epilog:

Sebuah Testimoni Semua yang saya miliki hari ini adalah anugerah dari Yang Kuasa yang saya dapatkan dengan   perjuangan yang c...