Oleh: Prof. Dr. Sam Abede Pareno, MM, MH.
Guru Besar Untag '45 Surabaya.
Sangat langka menemukan orang
berprofesi ganda: pendidik dan pebisnis. Pak Juwono melakoni dua profesi itu.
Ia melatih mahasiswanya dan sekaligus menjual alat-alat keperluan mahasiswa. Ia
membisnisi pendidikan, bukan komersialisasi pendidikan yang selama ini banyak
dipraktikkan di institusi pendidikan.
Ketika saya di Kadin Institut, kami
pernah bekerjasama dengan Tristar
Culinary Institute. Kesan saya, kampus ini perfect administrasi dan memberikan solusi praktis dalam mendidik enterpreneurship.
Dari memoar yang dirangkum
dalam buku yang ditulis oleh wartawan
senior ini, Pak Juwono ingin mengajari kita bagaimana memanfaatkan peluang
dengan cara yang elegan sehingga meraih multiplier
effect.
Pak Juwono bukan pendidik yang
"memaksa" anak didiknya agar mengikuti les khusus dengan cara
membayar sejumlah uang sebagai honorariumnya. Itu merupakan pelajaran pertama
dalam perspektif moral dari Pak Juwono.
Pelajaran kedua ialah, menjadi
pebisnis harus memiliki 3 (tiga) jantung. Artinya tak boleh menyerah. Kehidupan
orangtuanya di kota Tulungagung yang mapan, memiliki peternakan babi dan toko
busana yang besar, tapi pada gilirannya bangkrut. Kemudian pindah ke Surabaya,
mengontrak rumah petak dengan satu kamar tidur. Di kamar yang pengab itu, hanya
ada satu ranjang susun. Di sanalah keluarga yang terdiri dari 5 orang itu tidur
berdesakan. Keluarga ini menjalani masa-masa sulit dan tidak membuat mereka
lempar handuk, menyerah.
Pak Juwono, anak kedua dari tiga
bersaudara itu, tumbuh menjadi anak yang ulet, cerdas dan kreatif. Dia mencari
uang saku sendiri dengan berjualan camilan Kuping Tikus keliling kampung.
Ketika SMA menjadi guru privat organ dan
les pelajaran untuk anak-anak SD dan SMP.
Alkisah, membawa pemuda Juwono sempat
menggeluti bisnis oli yang kemudian terjebak ilegal. Namun, justru memicu
kreativitasnya untuk bergerak di bidang lain yang pada gilirannya membuka
kursus yang kini menjadi lembaga pendidikan formal yang terkenal.
Pelajaran ketiga ialah, Pak Juwono
tidak lupa mengasah skill yang telah dimilikinya dengan meraih MM dan M.Mpar,
titel-titel yang menunjang kapabilitasnya sebagai pendidik sekaligus pebisnis.
Oleh karena itu, buku yang ditulis
dengan bahasa lisan, santai, dan fokus pada Nothing Impossible "Tristar:
Dari Kursus Jadi Perguruan Tinggi” ini bukan hanya sangat layak dibaca namun juga
sangat patut jadi referensi bagi siapa saja yang ingin maju, mandiri, dan
sukses.
Surabaya,
19 Oktober 2018.
***
Prof Dr Mustanir M.Sc
·
Guru
Besar FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
·
Anggota Majelis
Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) periode
2016-2021
“Saya punya kesan bagus atas sukses
Juwono Saroso mendirikan Tristar Culinary
Institute. Apa yang dilakukan sangat konstruktif untuk bangsa ini.
Apalagi sebelum punya sekolah tinggi, Juwono dan istrinya –Evie Mulyasari Dewi—
juga sukses merintis kegiatan pelatihan teknologi tepat guna yang telah
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Jatim dan Indonesia Timur.
Terus terang, sebagai pendidik, saya
terinspirasi oleh keuletan Juwono. Kisah perjuangannya tentu saja bisa
menginpirasi siapa saja yang memiliki keperdulian pada masa depan bangsa ini. Saya
pun teringat bagaimana cerdiknya Juwono, semasa kuliah, dia pandai memanfaatkan
waktu luang untuk berbisnis.
Sebelum ke kampus, Juwono tanya dulu
ke saya atau teman yang lain apa ada kuliah atau tidak. Juwono juga rajin
fotokopi materi kuliah yang diajarkan dosen karena dia kadang tidak masuk. Sementara saya dan teman-teman
sekelas di FMIPA Kimia ITS 10 November Surabaya, lebih banyak nongkrong di
perpustakaan, diskusi di ruang kelas atau laboratorium sambil menunggu dosen
datang.
Inilah yang membedakan saya dengan
Juwono Saroso. Makanya kalau Juwono sekarang punya perguruan tinggi dan mendidik
mahasiswanya menjadi calon entrepreneur atau bekerja di industri
pariwisata dan perhotelan, saya angkat topi. Saya salut banget atas terobosan
Juwono, karena sepak terjangnya banyak menyerap tenaga kerja dan membuka
lapangan kerja. Tidak cetak lulusan yang PNS oriented.”
***
Prof. Dr. Taslim
Ersam.
·
Guru
Besar/Profesor Kimia Bahan Hayati Hutan Tropis & Spektroskopi Senyawa
Organik.
·
Dosen senior
aktif Kimia Organik di Departemen Kimia, Fakultas Sains di ITS. Surabaya
Dulu,
ketika masih kuliah, dia (Juwono) adalah
satu dari sekian mahasiswa yang cukup
menonjol. Aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler di lingkungan kampus.
Saya sebagai mantan dosennya, Juwono
suka meminta waktu untuk berdiskusi
tentang berbagai permasalahan yang
berhubungan dengan aktivitas/bisnis yang
digelutinya. Hal itu masih berlangsung sampai sekarang.
Penilaian
dan nilai positif saya terhadap Juwono adalah,
dia termasuk sarjana langka yang berani keluar dari zona nyaman dalam kehidupan.
Dia hijrah ke dunia lain dari komptensi
keilmuan yang dipelajari sebagai sarjana kimia (chemist)
Dia mulai
berbisnis sambil menyelenggarakan
kursus-kursus keterampilan. Mengajarkan cara membuat produk-produk kecantikan,
aneka kuliner, souvenir & handicraft. Bukan hanya
diselenggarakan di kota Surabaya, tapi juga di kota-kota lain di Jawa Timur.
Hingga suatu hari, Juwono mengutarakan pada saya tentang rencana untuk
meningkatkan kegiatan kursus menjadi lembaga pendidikan formal.
Saya sangat
mengapresiasi. Lalu menyampaikan beberapa advice
dan mendorong untuk segera direalisasikan. Kini, obsesinya sudah
terealisasi. Mengelola lembaga pendidikan bernama Tristar Culinety Institute sudah makin berkibar dan menyebar ke
berbagai kota di Indonesia.
Selamat dan
Sukses.***