Bendera Tristar terus berkibar. Perusahaan yang tadinya konsentrasi memproduksi handsoap, super pel, multo, sabun bubuk, shampoo, conditioner, obat creambath dan massage cream, mulai melirik dan menangkap peluang lain yang menjanjikan. Menularkan keterampilan lewat pelatihan atau kursus kilat.
Keluarga, terutama Papa dan Mama
sempat menentang. Mereka tidak sutuju Tristar menyelenggarakan kursus kilat
tersebut. Alasannya? Jika banyak orang bisa memproduksi dan membuka bisnis
rumahan, maka produksi kami akan terancam. Masuk akal juga. Tapi saya punya
keyakinan lain. Saya menularkan ilmu sekaligus berbisnis.
Waktu itu, produk curah kebutuhan rumah tangga sedang booming. Kondisi ini menarik minat, khususnya kaum
wanita, untuk menjadi pelaku bisnis rumahan. Mereka tentu saja butuh sarana
berupa bimbingan praktis, kursus kilat
atau pelatihan singkat. Satu materi bisa dikuasai dalam sekali pertemuan.
Peminatnya begitu besar. Jika minat yang begitu besar tidak saya sikapi dengan
cepat, maka akan ada pihak lain yang
melakukan.
Konsepnya, Home Industry Class (HIC). Membimbing
tenaga-tenaga terampil yang bisa menjadi pelaku bisnis industri kecil dan menengah. Jika kursus yang
pernah ada hanya mengajarkan materi produksi, maka Tristar memberi bimbingan
lengkap. Tidak cukup hanya diberi materi, belajar dan menguasai.
Masih ada tahapan-tahapan yang lebih
penting. Bimbingan step by step. Baik
secara manual atau menggunakan mesin dan peralatan industri sederhana. Ada juga
bimbingan teknik pengemasan agar produk memiliki daya saing dan diminati pasar.
Lalu, peserta juga mendapat arahan bagaimana cara mengurus ijin usaha.
Peserta kursus memang diarahkan
untuk menjadi pelaku bisnis.
Keterampilan yang didapat bisa dijadikan sumber penghasilan. Bikin usaha
sendiri. Menjadi pelaku bisnis rumahan. Nah, konsep yang seperti ini yang tidak
disetujui oleh Papa dan Mama.
“Ini sama saja dengan menggali liang
kubur untuk diri kita sendiri. Usaha kita akan tersaingi bahkan bisa mati.
Kalau mau bikin kursus yang bikin aja seperti kurus-kursus yang sudah dilakukan
orang lain. Tidak usah mencetak pengusaha rumahan yang bisa membunuh usaha kita
sendiri,” protes Papa waktu itu.
“Justru inilah nilai tambah
sekaligus peluang bisnis untuk Tristar. Kita bikin terobosan baru. Berkreasi dan berinovasi agar berbeda dengan
yang pernah ada. Di balik kursus, ada bisnis yang tidak dilakukan orang lian,”
jawab saya berusaha meyakinkan.
“Bisnisnya di mana?” tanya Papa.
“Kita jual bahan baku untuk praktik.
Setelah kursus, mereka juga bisa membeli bahan baku, baik eceran maupun partai
besar dengan harga yang lebih murah dari harga pasar. Kita menjul mesin-mesin
dan perlengkapan untuk mereka yang akan
buka home industry. Tidak
cukup sampai di sini saja. Masih ada lagi peluang bisnisnya. Menyediakan jasa
pembuatan formulasi berbagai macam produksi. Jasa evaluasi proses dan mendesain
ulang produksi hingga menghasilkan produk yang berdaya saing. Masih banyak lagi
yang bisa diolah menjadi bisnis yang menghasilkan.”
Penjelasan saya itu sedikit
meredakan protes Papa dan Mama. Tapi, mereka tetap saja merasa bahwa kursus dan
bimbingan yang akan dilaksanakan itu adalah “gong kematian” untuk bisnis yang
sudah kami bangun.
Peminat kursus membludak. Mereka
rela antri. Bahan baku pun laris manis. Mesin-mesin dan perlengkapan produksi
laku keras. Ada mesin buatan pabrik, ada juga mesin hasil rancangan Tristar
sendiri. Seperti mixer untuk produksi sabun, shampoo dan kosmetik. Jasa
bimbingan kelanjutan setelah kursus pun diminati peserta. Permintaan pelatihan
juga berdatangan dari luar kota Surabaya.
Puluhan materi kursus yang kami jual
kepada peserta. Masing-masing materi dilakukan berulang-ulang kali sesuai
peminat. Selain pelatihan membuat handsoap, super pel, multo, sabun bubuk,
shampoo, conditioner, obat creambath dan massage cream, juga ada kursus bikin sirup, permen, minuman dalam kemasan,
snack chiki-chiki, jelly
cup dan nata de coco.
Kemudian ada pelatihan aneka bikin
bakso dan mie dengan menggunakan mesin dan manual. Tristar juga menggelar
kursus handicraft seperti kreasi lilin, hiasan tempelan
kulkas, daur ulang kertas, souvenir
pernikahan. Bahkan kami juga menawarkan kursus membuat cat tembok, pelatihan
chroom, cara membuat rokok, pelatihan membuat shampoo mobil (otomotif cleaner). Keterampilan apa saja laku dijual. Semua
diminati.
Konsep Home Industry Class (HIC) yang saya kembangkan itu menjadi sangat
berbeda dengan kursus-kursus yang pernah ada. Jika bimbingan step by step itu dirangkai menjadi satu,
maka dampaknya sangat dahsyat. Bisa
mencetak banyak entrepreneur yang
handal. Home industry tumbuh pesat.
Jika Papa dan Mama menyebut bahwa
kursus itu ibarat menggali liang kubur
untuk kematian usaha sendiri,
ternyata yang terjadi, liang kubur yang saya gali itu justru jadi lubang sumur
dengan mata air yang mendatangkan
kesejahteraan. Puji Tuhan.
***